
Bahagiakah dia? Bahagiakah dengan perkawinan nya ? Ternyata pahit yang harus dicecapnya, entah untuk berapa tahun ke depan...Banyak aib suami yang ditutupinya, banyak luka yang ditaburkan dihatinya. banyak ketak adilan yang dirasakannya atas sikap suaminya. Tapi mengapa dia memilih untuk bertahan, mengapa?? Ada tanya di hati, jika cinta bisa membuat seorang perempuan bertahan pada satu lelaki, mengapa cinta tidak bisa membuat lelaki bertahan dengan satu perempuan? "Aku sadar teh, aku membuat kekeliruan. Kekeliruan terbesar dalam hidupku, yaitu aku terlalu menggantungkan harapanku pada manusia, dan aku terjerembab. makanya
Allah marah, marah besar kepadaku, sehingga Dia berikan aku cobaan sebegitu besar. Dari kejadian ini aku merenung, jangan pernah kita berharap pada manusia, karena manusia takkan pernah sempurna. Kekeliruanku yang lain adalah perasaan memiliki, padahal itu tidak boleh, karena sepatutnya tiada satupun makhluk-Nya saling memiliki, hanya sebatas menjaga amanah, bertanggung jawab. Melalui perenungan itu aku bersyukur, Dia juga teramat sayang, kurasakan sekali kasih sayang-Nya, masih mau Allah membuka pintu hatiku. Meski buat mata manusia mungkin perlakuan suamiku tidak adil untukku sebagai istri kedua ku tak mau menyerah pada manusia teh, biarlah aku menyerah pada takdir-Nya. Aku ingin ridha, ikhlas betul menerima apapun, apapun takdir-Nya,
Apakah nasibku akan terus terkatung-katung seperti ini, atau berakhir dengan kebahagiaan, wallahu alam..." Indah nian kata-katanya, berisi. Hanya berharap kepada Allah, benar-benar hanya bergantung asa dan impian kepada-Nya, tanpa kecuali, tanpa pesaing, Dia dan hanya Dia. Dan katanya, hari-harinya berjalan dengan ringan, penuh rasa syukur, meski kalau mau diturutkan nafsi-nafsi manusia, katanya, dendam bisa teramat sangat membara, namun alhamdulillah, bisa pupus sirna oleh ingatan akan janji-janji Allah yang maha pasti, tentang surga, tentang sungai-sungai yang mengalir, sungai susu, sungai madu, dan haqqul yakin ditepati, tanpa syarat...
Tanpa terasa, mata ini semakin basah, penuh beranak sungai. Duh Allah, selayaknya dialah sang terpilih, bukan suaminya yang digelari ustad oleh segerombolan manusia. Bagaimana bisa seorang ustad, guru yang dielu-elu, seorang yang sudah melalui proses proses tarbiyah cukup lama mampu melupakan sepotong hadits Rasulullah, bahwa sebaik-baik lelaki adalah yang terbaik dalam memperlakukan istri? Aku tahu jawabannya, dia terpilih karena dia mulia di hadapan-Mu, karena dia yakin bahwa "dirinya bukan perempuan biasa..."
Astaghfirullah... Astaghfirullah... Alhamdulillah, puja-puji hanya layak, teramat layak hanya dialamatkan kepada-Nya, yang telah cermat menyusun potongan hidupku bersua dengannya, seorang perempuan luar biasa... Terima kasih dari mu ku belajar banyak hal.
0 komentar:
Posting Komentar